PESAN SINGKAT

Kamis, 15 Desember 2011

prinsip-prinsip berdakwah


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dakwah Islamiyah merupakan salah satu kegiatan penting yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Kegiatan ini mempunyai landasan normatif dalam Al-Qur’an dan Hadith. Dalam Al-Qur’an cukup banyak ditemukan ayat-ayat yang menyuruh umat Islam berdakwah dan penjelasan tentang prinsip-prinsip cara melaksanakannya.[1]demikian juga dalam Hadits Nabi terdapat berbagai diktum tentang ajaran berda’wah dan cara melaksanakan da’wah.[2]
Al-Qur’an merupakan sebuah kitab dakwah. Yang memiliki ruh pembangkit.  Yang berfungsi sebagai penguat. Yang menjadi tempat berpijak. Yang berperan sebagai penjaga, penerang, dan penjelas. Dan yang merupakan tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah, dan dalam menyususn suatu konsep - konsep global. Dan yang merupakan tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah yang mengambil rujukan dalam melakukan kagiatan dakwah, dan dalam menyusun suatu konsep gerakan dakwah selanjutnya.
Namun ditengah-tengah derunya dakwah itu terdapatlah suatu persimpangan jalan antara kita dengan Al-Qur’an, yang tidak pernah terbayang dalam perasaan kita sebelumnya. Karena itu perlu kami jelaskan, bahwa al-qur’an itu sebenarnya mengajak manusia hidup yang memiliki wujud hakiki. Al-Qur’an mengutarakan kejadian-kejadian sebenarnya dalam kehidupan umat manusia. Al-Qur’an mengajukan petunjuk yanng benar dalam kehidupan manusia diatas dunia fana ini Al-Qur’an menyelesikan pergulatan besar yang terjadadi dalam jiwa manusia di atas bumi. Dan al-qur’an akan menjawab secara refleksi segala pergulatan yang terjadi dalam jiwa-jiwa tersebut.
Al-quran akan tetap menjadi naungan bagi hati kita, selama kita masih sudi membaca dan merenungkannya, dan menganggap keduanya (membaca dan merenungkan isi Al-Qur’an) itu sebagai ibadah. Hal tersebut seolah-olah tidak ada kaitannya dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari yang dihadapi oleh makhluk yang dinamakan “manusia” , dan yang dihadapi oleh umat yang disebut “kaum muslimin”. Padahal, ayat-ayat Al-Qur’an tersebut diturunkan adalah untuk menghadapi pergulatan jiwa dan kenyataan dalam kehidupan. 
I.2 Rumusan Masalah
1.         Bagaimana pengertian dakwah?
2.         Bagaimana ciri-ciri dakwah?
3.         Bagaimana prinsip-prinsip berdakwah?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dakwah
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri dakwah
3.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip berdakwah













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dakwah
Secara Etimologi Kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yad’uu yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’i yang berarti pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi Al-Lughoh wa Al-A’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya . Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6), kata Da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi.
Secara Terminologis Dakwah dari literatur yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah: Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik. Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni). Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari definisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.




2.2 Ciri-ciri Dakwah
            Ciri-ciri dakwah:[3]
1.      Dakwah Islamiah yang asli (Syumuliah Fi Da'wah)
Maksud Imam Al-Banna adalah bahwa dakwah Islamiah seharusnya membawa risalah Islam yang asli.  Dakwah tersebut bukanlah didalam maksud yang sempit atau terbatas, misalnya terbatas pada sudut kecendekiawanan (keintelekan) saja, atau pada sudut politik semata, dsb.  Seterusnya manusia juga perlu memperoleh penjelasan tentang jalan dakwah Islamiah agar mereka faham tujuan dakwah yang sebenarnya sehingga masyarakat umum tidak merasa samar-samar akan cara-cara dakwah Islamiah.
Yaitu berdakwah dengan menyeru manusia kepada Allah. "Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS 26:213-215) "Wasilah-wasilah (jalan-jalan) dakwah hari ini dan kemarin mungkin berbeda; dakwah pada masa lalu lebih dalam bentuk ceramah-ceramah atau khutbah-khutbah ataupun ditulis dalam risalah-risalah atau surat-surat.  Namun wasilah pada hari ini adalah melalui majalah-majalah, surat kabar, risalah-risalah dan peralatan radio... kesemuanya ini adalah merupakan jalan untuk sampai kepada hati manusia".

2.      Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
Maksudnya, dakwah pada hakikatnya adalah untuk menghubungi hati-hati manusia; seruan-seruan, program-program dsbnya hanyalah berfungsi sebagai media untuk mencapai hakikat tersebut.  Jadi, dakwah Islamiyah adalah "dakwah yang mana kita ingin mengetuk pintu-pintu hati manusia" agar terbuka dan menerima hakikat keimanan kepada Allah SWT.  "Oleh karena itu, tugas kita semua sebagai ahli dakwah adalah untuk memperbaiki jalan-jalan (untuk sampai pada hati manusia)... sehingga tercapailah apa yang dimaksud".
Ringkasnya, tugas seorang da’I adalah memanggil manusia kepada Allah, dengan berbicara kepada hati mereka melalui pembentukan kesadaran yang murni terhadap tanggung jawab mereka kepada Allah.  Para da'i tidak akan dapat berfungsi sebagai pendakwah yang dapat membawa hidayah seandainya hati para da'i tersebut masih kotor.  Karena itulah,  Imam Al-Banna mengungkapkan agar para da'i menjadi : "Rahib di malam hari, pejuang di siang hari (Ruhban fil lail, wa fursan fin nahar)"

3.      Dakwah yang membawa makna Islah
Maksud dakwah yang membawa makna Islah adalah bahwa kita harus berusaha memperbaiki keadaan yang meliputi Ummah.  Termasuk di sini adalah berbagai usaha yang mencakup setiap aspek, yaitu mengISLAHkan INSAN, MASYARAKAT, dan NEGARA.
Kita haruslah berupaya sedapat mungkin melaksanakan ataupun membantu setiap aspek yang membawa Islah. Imam Al-Banna menyimpulkan maksud ini dalam seruannya:  "perbaikilah undang-undang, perbaikilah suasana lahiriah masyarakat, perangilah amalan-amalan yang berlebihan (ibahiah) di dalam masyarakat, susunlah sistem pendidikan... ". Demikian juga di dalam sejarah hidupnya, beliau banyak menulis surat baik kepada para ulama maupun para pemimpin masyarakat agar mereka mengusahakan perbaikan masyarakat dan negara.
Dakwah seharusnya bukan datang untuk menentang segala yang ada di dalam masyarakat, melainkan untuk MEMPERBAIKINYA.  Kita bukanlah bertugas sebagai hakim yang menilai, menghakimi, dan menghukum masyarakat; melainkan sebagai TABIB yang mengobati masyarakat.  Kita haruslah bersikap seperti pohon, manusia melempari kita dengan batu namun kita membalasnya dengan buah kebaikan.
            Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i:[4]
            Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian yang baik sebagai seorang da’i. sebab kata Prof. Dr. Hamka (18: 222): “Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer kita sebut da’i”. Kepribadian disini meliputi kepribadian yang bersifat Jasmani dan rohani, untuk lebih jelasnya secara terperinci dibahas sebagai berikut:
A.     Kepribadian yang bersifat Rohaniah
1.      Sifat-sifat seorang Da’i
a.      Iman dan taqwa kepada Allah
Syarat kepribadian seorang da’I yang terpenting adalah iman dan taqwa kepada Allah. Oleh karena ia di dalam membawa missi dakwahnya diharuskan terlebih dahulu dirinya sendiri dapat memerangi hawa nafsunya, sehingga diri pribadi ini lebih taat kpada Allah dan Rasulnya dibandingkan dengan sasaran dakwahnya. Kalau tidak laksana lampu yang menerangi (memberi penerangan) kepada seluruh manusia, padahal ia sendiri terbakar oleh api. Sifat ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 44:
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ  
Artinya: “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?:
Sifat ini sangat penting, sebab seorang da’I tanpa memiliki sifat iman dan taqwa, janganlah diharapkan untuk keberhasilannya dalam berdakwah. Dan kesimpulan ayat di atas bahwa seseorang yang berdakwah kepada orang lain, sedangkan diri sendiri belum iman dan taqwa kepada Allah, laksana ia menipu Allah dan orang mukmin.
b.      Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi.
Nilai yang tulus tanpa pamrih duniyawiyah belaka, salah satu sarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i. sebab dakwah adalah pekerjaan yang bersifat ubudiyah atau terkenal dengan istilah hablullah, yakni amal perbuatan yang berhubungan dengan Allah.
Sifat ini sangat menentukan keberhasilan dakwah. Memang ikhlas adalah perbuatan hati, oleh karena itu seorang da’I di dalam membawa missi dakwahnya terhadap masyarakat.[5]
Satu hal yang paling perlu diperhatikan dalam keberhasilan dakwah adalah keikhlasan hanya mengharapka ridho Allah dan mengharap kebahagiaan yang telah Allah janjikan untuk para wali dan hamba-hambanya yang bertaqwa.
Sesuatu yang amat ditekankan dan diwajibkan atas seseorang da’i adalah menggantungkan pahala dan ganjaran atas dakwahnya kepada Allah semata. Dalam berdakwah, Allah tidak menilai bagusnya atau jeleknya, tidak pula keturunan dan kedudukannya. Dakwah dinilai dengan hati dan kebaikannya, dengan ketergantungan kepada Allah, pahala yang dia harapkan, dan perasaan takut kepada siksanya. Allah Swt telah berfirman:
`s9 tA$uZtƒ ©!$# $ygãBqçté: Ÿwur $ydät!$tBÏŠ `Å3»s9ur ã&è!$uZtƒ 3uqø)­G9$# öNä3ZÏB 4 y7Ï9ºxx. $ydt¤y ö/ä3s9 (#rçŽÉi9s3çGÏ9 ©!$# 4n?tã $tB ö/ä31yyd 3 ÎŽÅe³o0ur šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÌÐÈ  
Artinya:”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”(Al-Hajj:37).
Dalam ayat diatas, Allah telah menyebutkan bahwa amal perbuatan seseorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dibarengi dengan taqwa dan ikhlas.[6]
Dengan ilmu seorang da’i mengetahui arah tujuan yang benar, sedangkan tanpa ilmu, seorang da’i akan mendatangkan bahaya besar bagi agama dan umat. Ada beberapa alasan  yang menunjukkan keagungan dan keutamaan ilmu agama, khususnya bagi seorang da’i, diantaranya:[7]
1)      Sesungguhnya Allah memeritahkan Nabi-Nya diawal perintah-Nya. Allah berfirman:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”(Al-Alaq:1)
Demikian juga Allah telah menyebut anugerah-Nya atas seluruh makhluk-Nya dengan mengutus kepada mereka seorang utusan yang mengajar dan membimbing mereka. Allah berfirman:
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  
Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(QS. Al-Jumuah:2)
2)      Sesungguhnya Allah mengumpamakan orang yang bodoh seperti orang yang tidak dapat melihat apa-apa. Sebagaimana firman Allah:
* `yJsùr& ÞOn=÷ètƒ !$yJ¯Rr& tAÌRé& y7øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ,ptø:$# ô`yJx. uqèd #yJôãr& 4 $oÿ©VÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÈ  
Artinya: “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”(Ar-Rad:19)
3)      Sesungguhnya Allah memerinthakan untuk kembali (bertanya) agar dapat mengetahui dan mengamalkan kebenaran. Sebagaimana firman Allah:
#sŒÎ)ur öNèduä!%y` ֍øBr& z`ÏiB Ç`øBF{$# Írr& Å$öqyø9$# (#qãã#sŒr& ¾ÏmÎ/ ( öqs9ur çnrŠu n<Î) ÉAqߧ9$# #n<Î)ur Í<'ré& ̍øBF{$# öNåk÷]ÏB çmyJÎ=yès9 tûïÏ%©!$# ¼çmtRqäÜÎ7/ZoKó¡o öNåk÷]ÏB 3 Ÿwöqs9ur ã@ôÒsù «!$# öNà6øŠn=tã ¼çmçGuH÷quur ÞOçF÷èt6¨?]w z`»sÜøŠ¤±9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÌÈ  
Artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri)[323]. kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (Q.S. An-Nisa: 83).
4)      Sesungguhnya Allah maha tinggi dan maha luhur telah memberikan kedudukan yang sangat agung kepada para ulama. Kemuliaan ini disebabkan karena mereka memiliki ilmu dan memberi petunjuk kepada umat manusia. Allah berfirman tentang orang-ornag yang berilmu:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ 
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
c.       Ramah dan penuh pengertian
Dakwah adalah pekerjaan yang bersifat propaganda kepada orang lain. Propaganda dapat diterima orang lain, apabila yang mempropagandakan berlaku ramah, sopan dan ringan tangan untuk melayani sasarannya (objeknya). Tak ubahnya dalam dunia dakwah, jika seseorang da’I mempunyai kepribadian yang menarik, karena keramahan, kesopanan dan keringanan-keringanannya insya Allah akan berhasil dakwahnya. Sebaliknya jika mem[unyai kepribadian yang tidak menarik atau membosankan karena sifat yang tidak menarik hati tentulah pekerjaan kecil kemungkinannya dapt berhasil.[8] Seperti firman Allah surat Ali-Imran ayat 159:
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
d.      Tawadlu’ (Rendah Diri)
Rendah hati bukankah semata-mata merasa dirinya terhina dibandingkan dengan derajat dan martabat orang lain, akan tetapi tawadlu’ seorang da’I adalah tawadlu’ yang berarti sopan dalam pergaulan, tidak sombong dan tidak suka menghina dan mencela orang lain, dengan kata lain tawadlu’ adalah andap asor (dalam bahasa jawa).
e.       Sederhana
Kesederhanaan adalah pangkal keberhasilan dakwah. Sederhana bukanlah berarti didalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi sedehana disini adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dsb. Sehingga dengan sifat sederhana ini orang tidak merasa segan, takut kepadanya.
f.        Jujur
Kejujuran adalah penguatnya. Orang akan percaya terhadap segala ajakannya, apabila yang mengajak sendiri dapat dipercaya tidak pernah menyelisihi apa yang dikatakan. Sebagaimana Rasulullah seorang pembawa agama (da’i) memiliki beberapa sifat utama, diantaranya adalah shidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya).
g.      Tidak memiliki sifat egoisme
Ego adalah suatu watak yang menonjolkan akunya, angkuh dalam pergaulan merasa dirinya terhormat, lebih pandai dsb. Sifat inilah yang harus benar-benar dijauhi oleh sang juru dakwah.
h.      Sifat anthusiasme (semangat)
Semangat berjuang harus dimiliki oleh seseorang da’I, sebab dengan sifat anthusias orang ini akan terhindar dari rasa putus asa, kecewa dsb. Sifat-sifat ini tentu dimiliki setiap rasul, dimana dalam memperjuangkan agama Allah beliau tanpa putus asa meskipun terdapat berbagai corak cobaan , gangguan dan godaan yang menghalanginya. Begitu pula seorang da’I penerus perjuangan Rasulullah, pewaris para ulama’ sifat anthusias haruslah dimilikinya, meskipun cobaan dan kegagalan sering melandanya.
i.        Sabar dan Tawakkal
Dakwah adalah melaksanakan perintah Allah, yang diwajibkan ke seluruh umat. Dan Allah sekali-kali tidak mewajibkan kepada umat-Nya untuk selalu berhasil dalam perjuangan dakwahnya. Oleh karena itu apabila di dalam menunaikan tugas berdakwah mengalami beberapa hambatan dan cobaan. Hendaklah sabar dan tawakkalkepada Allah. Sesungguhnya orang yang sabar dan tawakal adalah perbuatan yang disukai Allah.
Sabar adalah bagian yang teramat penting yang harus dimiliki da’i yang menginginkan keberhasilan dalam dakwahnya. Karena, dalam menerima dakwah, manusia itu sendiri itu berbeda pemahaman. Sabar itu memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa manusia. Allah memberikan kepada orang yang lemah lembut dan sabar apa yang [9]tidak diberikan kepada orang yang suka berkeluh kesah dan marah. Rasulullah telah bersabda:
“sesungguhnya Allah maha lemah lembut dan cinta terhadap kelemah lembutan. Allah memberikan kepada orang yang lemah lembut apa yang tidak diberikan kepada orang yang kasar dan tidak pula kepada yang lainnya.”
j.        Memiliki jiwa tolerans
Banyak orang yang mengatakan adalah mengikuti jejak lingkungannya, hal ini bukanlah toleransi adalah seperti bahasa jawa”empan mawa papan”. artinya dimana tempatnya seorang da’I harus dapat mengadaprtasikan dirinya dalam artian positif. Firman Allah surat AL-Kafirun ayat 6:
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  
Artinya: untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
k.       Sifat terbuka (demokratis)
Seorang da’I adalah manusia, yang mana manusia adalah makhluk yang jauh dari kesempurnaan, pabrik salah dan gudang lupa. Oleh karena itu seorang da’I agar dakwahnya berhasil diharuskan memiliki sifat terbuka. Artinya bila ada kritik dan saran hendaknya diterima dengan hati gembira, mengalami kesulitan sanggup memushawarahkan dan tidak berpegang teguh pada pendapat yang kurang baik.
l.        Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, iri dan sebagainya haruslah disingkirkan dalam hati sanubari seseorang yang hendak da’wah. Sebab tanpa dibersihkan dari sifat itu tak mungkin orang tercapai tujuan dakwahnya. Oleh karena itu Rasululloh, seorang da’I international, pembawa islam di dunia, terlebih dahulu beliau dibersihkan oleh Allah dari kotoran-kotoran yang ada pada kolbunya.
Salah satu contoh dengki orang akan merasa iri bila temannya bahagia di dunia dan akhirat. Dari gambar ini mana mungkin orang akan mengajak orang lain kepada kebaikan, bila diri sendirinya iri kepada orang lain sebagai sasaran dakwahnya.

2.      Sikap seorang da’i
Sikap seorang da’I sangat mendapatkan perhatian serius dari sasaran dakwahnya. Kebanyakan orang melihat sikap orang terlebih dahulu, daripada melihat ajakannya, walaupun dikatakan dalam hadits:
Artinya: “lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah kamu melihat siapa yang mengatakan”. (Al-Hadits)
            Oleh karena itu, keberhasilan dakwahnya seorang da’I setidak-tidaknya memiliki sikap sebagai berikut:
a.      Berakhlak Mulia
Berbudi pekerti yang baik (akhlaqul karimah) sarat mutlak yang harus dimiliki oleh siaputama adalah akhlakapun, apalagi seorang da’i. bahkan Prof. Dr. Hamnka pernah mengatakan dalam bukunya prinsip dan kebijaksanaan Da’wah Islam halaman 153 adalah: “Alat dakwah yang sangat”.
Seorang da’I dapat berhasil, jika ia memiliki akhlak yang mulia. Sebaliknya jika ia berakhlak yang jelek, tunggulah kegagalannya.
b.      Hing ngarsa asung tuladha, hing madya mangan karsa, tutwuri handayani.
Ki Hajar Dewantoro bapak pendidikan Indonesia secara tegas mengatakan:
            “Hing ngarsa asung tuladha”
            “Hing Madya mangan karsa”
            “Tutwuri handayani”.
            Pendapat KH dewantoro harus pula dimilik seorang da’i. Hing ngrasa asung tuladha: artinya seorang da’I yang merupakan orang terkemuka di tengah-tengah masyarakat haruslah dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Bila amar ma’ruf (menyuruh orang untuk berbuat kebaikan) haruslah mendahului menjalankannya dan bila nahi munkar (melarang orang untuk tidak berma’siat) ia harus paling dulu untuk menjauhinya. Sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 21:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
            Hing madya mangun karsa: artinya bila ditengah-tengah massa, hendaknya dapat memberi semangat, agar mereka senantiasa mengerjakan, mengikuti segala ajaknnya.
            Tutwuri handayani: artinya bila bertempat dibelakang, mengikutinya dan memberi bimbingan-bimbingan agar lebih meningkat amalan keimanannya.
c.       Disiplin dan bajaksana
Acuh tak acuh adalah perbuatan yang sangat tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu disiplin dalam artian sangat diperlukan oleh seorang da’I dalam mengemban tugasnya sebagai muballigh. Begitupun bijaksana dalam menjalankan tugasnya sangat berperan di dalam mencapai keberhasilan dakwahnya.
d.      Wira’I dan berwibawa.
Sikap yang wira;I dapat menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal saleh, salah satu hal yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. sebab kewibawaan merupakan faktor yang mempengaryhi seseorang akan peraya menerima ajakannya.
e.       Tanggung jawab
f.        Berpandangan yang luas
Seorang da;I dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan pandangan yang sangat jauh, tidak fanatik terhadap satu golongan saja dan waspada dalam menjalankan tugasnya. Sebab dengan sikap demikian akan kekurangan cara (metode) untuk mengajak manusia ke jalan Allah.
3.      Berpengetahuan yang cukup
Beberapa pengetahuan, kecakapan dan keterampilan tentang dakwah, sangat menentukan corak strategi dakwah. Seorang da’I di dalam kepribadiannya harus pula di lengkapi dengan ilmu pengetahuan, agar pekerjaannya dapat mencapai hasil yang efektif dan efisien. Pengetahuan seorang da’I meliputi pengetahuan yang berhubungan dengan materi dakwah yang disampaikan dan ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan tehnik-tehnik dakwah.[10]

B.     Kepribadian yang bersifat Jasmaniah
1.      Sehat Jasmani
Dakwah memerlukan akal yang sehat, sedangakn akal yang sehat terletak pada badan yang sehat atau kata Aristoteles “Men sana in copore sano”. Oleh karena itu seorang da’I memerlukan kesehatan jasmani.
Sebenarnya aktivitas dakwah dapt juga dilakukan oleh orang yang tidak sehat jasmaninya, akan tetapi bilamana seorang da’I yang profesional yang berdakwah dengan sasaran yang berjumlah banyak maka kesehatan jasmani masih pula diharuskan. Sebab kondisi badan yang tidak memungkinkan sedikit banyak akan mengurangi kegairahan dan kebersediaannya untuk melakukan aktivitas dakwah.

2.      Berpakaian Necis
      Pakaian laksana mahkota indah bagi setiap manusia. Pakaian yang sopan, praktis dan pantas mendorong pula rasa simpati seseorang kepada orang lain, bahkan dampak pakaian seperti itu menambah kewibawaannya. Bagi seorang da;I masalah pakaian ini perlu juga harus mendapatkan perhatian yang serius, sebab pakaian yang dipergunakan menunjukkan kepribadiannya. Misalnya hobi pakaian yang kotor menunjukkan menunjukkan kepribadian seseorang yang kotor (koproh: bahasa jawa), pakaian selalu bersih dan rapi menunjukkan kepribadian yang bersih (resikan: bahasa jawa), dan sebagainya.
      Adapun yang dimaksud dengan pakaian yang necis dan pantas adalah pakaian yang serasi antara tempat, suasana, keadaan tubuhnya. Dan bukan berarti pakaian yang serba baik, serba baru dan serba mahal. Mengenai serasi atau tidaknya, hal ini memanglah sangat tergantung pada kepribadiannya masing-masing, dengan catatan masih dalam kalangan manusia pada umumnya.
2.3 Prinsip-prinsip Berdakwah
Prinsip adalah dasar, asal-usul. Secara terminologis, prinsip adalah sesuatu yang menjadi asal-usul atau dasar terjadinya hal-hal lain (prinsip kejadian), juga asas atau dasar munculnya pengetahuan dan pemikiran lebih lanjut (prinsip pemikiran). Hassan Shadili et.al (Eds.), Ensiklopedi Indonesia, jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,) h. 2772.[11] Prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.   Berda’wah dan bertabligh
Sebenarnya sejak 1959, gerakan da’wah di negeri kita ini telah menjadi suatu gerakan yang mulai hidup, mulai jadi perhatian.
Di zaman yang sudah-sudah belu lagi populer pemakaian kata-kata dakwah itu. Yang banyak dipergunakan ialah kata-kata tabligh. Kedua kata-kata tabligh itu hampir sama artinya. Tapi akan jelas kelak bahwa da’wah itu lebih umum, lebih luas dari semata-mata kata tabligh.
Adapun tabligh yang kita artikan menyampaikan, seruan. Kalau da’wah ialah menyeru. Allah SWT sendiri yang memakai kedua perkataan ini memerintahkan kepada nabi. Tentang perkara tabligh, Allah berfirman : (surat al-Maidah 67).[12]
* $pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Artinya: Hai  Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Jadi ayat ini sebagai dorongan wajib kepada nabi menyampaikan tablighnya. Berdasarkan pada ayat ini, tabligh itu menjadi tiang seperti tiang agama Islam. Da’wah dalam kata-kata lain, atau tabligh dalam kata-kata yang terbatas, ini rata-rata tidak berhenti karena nabi wafat. Nabi telah wafat tepat apa yang dikatakan Abu Bakar tepat sesudah Nabi wafat. Jenazah beliau dikubur, masih terhantar di atas tempat tidur. Sahabat sahabat kebingungan.
2.      Islam tidak dimajukan dengan pedang
Banyak orang mengatakan bahwa agama islam di majukan dengan pedang, di jalankan dengan paksa.[13] Untuk sementara waktu pandangan itu bisa laku kepada orang-orang yang membicarakannya tidak dengan ilmu dan pendidikan. Tapi kalau di selidiki jalan peperangan peperangan yang terjadi pada masa nabi itu, bukan agama islam disiarkan dengan pedang segala halangan yang di cobakan orang untuk menghalangi da’wah. Ini penting dan mesti diingat. Masuk kesuatu negeri, ditawarkan kepada penduduk negeri itu, agama tidak dipaksakan, boleh diteruskan agama mereka, tapi bayar jizyah. Kadang-kadang jizyah yang dibayarkan oleh orang-orang yang tidak mau masuk islam lebih ringan dari zakat yang dibayar oleh orang islam sendiri.
Sehingga ketika Umar bin Abdul azis menjadi khalifah, amir atau gubernur mesir mengirim surat kepada beliau, Amir otu mengeluh, karena banyaknya orang yang masuk islam, sehingga pajak pemasukan enjadi kurang pada kas negara. Khalifah menjawab surat amir itu dengan kata-kata : “saya diutus untuk mrnjadi khalifah dan bukan untuk memungut pajak, tapi untuk menginsyafkan orang kepada agama”.
Itu sebabnya dalam salah satu surat nabi kepada raja Heraclius dari Romawi : “masuk islamlah kamu, supaya engkau selamat. Bila engkau tidak mau, maka engkau bertanggung jawab atas dosa yang dipakai oleh semua petani-petani yang berada dalam kekuasaanmu”.
Jadi tidak ada paksaan masuk islam, Tapi jangan menghalangi orang-orang yang mencari kebenaran.
3.      Pergaulan dengan tetangga
Dalam memulai pergaulan yag baik dengan tetangga itu bertemulah sebuah hadist yang berbunyi : “selalu jibril itu memberi pesan kepadaku agar berbaik dengan tetangga, sampai timbul sangkaku bahwa tetagga itu akan mewarisinya”. (diriwayatkan oleh : bukhari, muslim ahmad bin hambal, abu daud dan at-tarmidzi).[14]
Maka jika bertetangga baik ini, benar-benar dijadikan amalan oleh orang islam, kalau ini terjadi dalam satu kampung, dipelopori oleh orang islam sendiri karena kesadaran beragama, mau tak mau ini masih menjadi suatu da’wah yang sangat penting. Karena tidak ada sesuatu yang melebihi budi, yang dapat menaklukan orang dikiri-kanan.
4.      Keadilan
Selain dari berbaik dengan tetangga itu, termasuklah berlaku adil, yang benar dibenarkan, yang salah disalahkan. Dua pokok ajaran diberikan dalam islam tentang keadilan ini :(Al-Maidah: 8)[15]
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sabda Nabi SAW:
Artinya: “barang siapa yang meyakiti orang dzimmi, maka akulah yang jadi lawannya, akan aku tantang dia di hari kiamat. (dirawikan oleh Al-Khatib dari abdullah bin mas’ud”.

5.      Da’ah kewajiban tiap muslim
Kemajuan islam bukanlah bergantung pada zending atau misi tertentu, bagaimana sebagaimana terdapat pada agama kristen, melainkan setiap orang islam asal sudah tau agama sudah mempunyai kewajiban menyampaikan seruan agama kepada orang yang menerimanya. Hadist mengenai hal ini telah kita kenal yaitu yang artinya: “ sampaikanlah diriku, walauun satu ayat.[16]
6.      Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Bagaimanapun kesulitan, kesusahan dan halangan yanng dihadapi namun da’wah mesti jalan terus, bahkan lebih berat dan lebih wajib da’wah dilakukan, karena hendak mengatasi kesulitan, kesusahan dan halangan itu.
Pokok utama yang menyebabkan suatu da’wah akan berhasil ialah kepercayaan da’I bahwa dalam kalangan suatu kaum muslimin itu masih banyak oranga yang baik, masih banyak orang yang sadar, kalau diajak kepada iman.
Kelainan memberikan da’wah, itulah yang nambah rusaknya masyarakat islam. Kadang-kadang orang menjadi tidak peduli, menjadi masa bodoh melihat bahwa keadaan telah berubah, yang ma’ruf di pandang mungkar. [17]Yang mungkar mulai di pandanga ma’ruf. Ada yang melihat kenyataan itu, tetapi tidak berani buka mulut. Ada yang hanya menolak dalam hati, sambil mengeluh, tetapi hanya sekedar itu saja. Agama sendiri, menurut hadist yang soheh menyebutkan yang tidak berani membuka mulut menegur yang mungkar adalah yang selemah-lemah iman.
Nabi bersabda :
Artinya: “barang siapa diantara kamu melihat yang mungkar, maka hendaklah diubah dengan tangannya. Barang siapa yang tidak kkuasa mengubah dengan tangannya, maka ubahlah dengan lidah dan jika tidak pula kuasa dengan lidah,  hendahlah ubah dengan hati. Dan yang demikian itu (dengan hati), adalah yang selemah-lemahnya iman”.

7.      Da’wah untuk membawa orang pada kebenaran
Kita akui memang masih banyak kekurangan terdapat dalam kalangan islam sendiri. Agamanya telah campur dengan adat akhlak yang telah jauh dari ukuran ajaran ynag asli, sehingga kadang-kadang kebiasaan tambahan itu sudah menjadi hal yang mesti, bahkan ditambah-tambahi, “ hilang yang asal karena yang palsu”. Tetapi meskipun demikian kita masih melihat titik-titik terang Qur’an masih tetap tersebar dan perhatian kepadanya tidak berkurang.[18]
8.      Agama Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam
Agama islam adalah agama yang diturunkan untuk seluruh manusia. Dia adalah rahmat bagi seluruh alam.. nabi muhammad saw diutus kepada manusia untuk kemanfatan seluruhnya.[19]
9.      Tujuan Da’wah
Bekas utama dari da’wah itu ialah mengubah pandangan atas hidup: (al-anfal ayat 24). Dalam ayat ini tegaslah yang jadi maksud dari da’wah, menyadarkan mnausia akan arti yang sebenarnya dari hidup ini. Bukanlah hidup hanya semata-mata untuk makan dan buat minum. Yang hanya makan dan minum hanyalah binatang. Seekor ular phiton yang ringan badannya kesana kemari mencari makan , lalu ia bertemu seorang manusia terpencil, di makannya manusia itu, di telan masuk perutnya, sampai seluruh badan manusia tadi ditelannya bulat-bulat, sampai penuh dirinya dengan bangkai manusia tadi . setelah keluaga manusia yang ditelannya itu merasa kehilangan sebab kawannya tidak ada lagi, lalu meeka cari kesana kemari tapi tidak juga ketemu.[20]
10.  Cara Da’wah Rasulullah
Setelah seluruh tanah arab ditaklukan dan kekuasaan telah terpegang seluruhnya di tangan rasulullah saw, ada negeri-negeri menerima islam secara langsung, sehingga tidak ada lagi batas hak dan kewajiban diantara mereka dengan bangsa yang menang, dan ada pula yang takluk yang mengakui membayar jizyah, sedang mereka memeluk agama mereka yang asal, yaitu agama nasrani, namun dalam menghadapi kedua macam golongan ini tidaklah berhenti rasulallah mengadakan dakwah. Kepada yang telah memeluk agama isam secara langsung diadakanlah dakwah bagaimana mengajarkan islam yang sebenarnya, bagaimana mendirikan sholat dan meramaikan jama’ah. Sedang kepada yang masih tetap  memeluk  agamanya yang mulia dan sopan santun yang tinggi, sehingga banyak pula diantara mereka yang dengan sukarelanya memeluk agama islam karena sikap dakwah dengan budi pekerti yang mulia itu.
Dasar dari dakwah kepada negri yang telah takluk itu, meskipun mereka telah memeluk islam ialah kewajiban menyampaikan tabligh sebagaimana tersebut didalam ayat 67 di surat Al-maidah .
* $pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Artinya: Hai  Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Dalam ayat ini dijelaskan sekali bahwa rasul belum menyempurnakan tugasnya yang utama kalau tabligh belum beliau kerjakan. Dia tidak boleh ragu dan terhenti mengerjakan pekerjaan yang berat ini. Nabi tidak boleh bimbang, sebab tuhan menjamin keselamatan beliau didalam melakukan dakwah.[21]
11.  Hikmat
Pertama hendaklah memakai hikmat. Yang artinya bijaksana. Kebijaksanaan timbul dari pada budi pekerti yang halus dan bersopan santun. Orang yang menyampaikan suatu dakwah dengan budi pekerti yang kasar tidaklah akan berhasil. Seorang da’I hendaklah berusaha dengan segala kebijaksanaan yang ada padanya membuka perhatian orang yang didakwahinya, sehingga pikiran yang tertutp itu menjadi terbuka namun Muhammad saw mengajarkan diantara memakai hikmat itu ialah dengan sabda beliau.[22]
12.  Berita Gembira dan Ancaman
Di dalam surat yang ke 22, yaitu surat fatirhir, ayat 24 Allah memberikan ketegasan : Di ayat ini dijelaskan bahwasannya kepada setiap ummat, kepada setiap bangsa, Allah Ta’ala telah mengirimkan utusan_Nya. Pada ayat pertama di jelaskan bahwa yang terlebih dahulu disebutkan ialah basyir, dan sesudah itu barulah disebut Nadzir.[23]
13.  Tenaga khusus untuk berdakwah
Sudah dapat difahamkan bahwa semua pihak islam itu wajib berda’wah. Semuanya sekedar ilmunya, kesanggupannya, arahannya dan sistematikanya sehingga betapapun, hebatnya perjuangan dari segi yang lain, sampai mengenai peperangan sekalipun, namun da’wah mesti jalan terus.[24]
14.  Hijrah suatu keharusan
15.  Bahan dakwah dan pembentukan jama’ah
Dijelaskan dalam al-qur’an, demikian juga dalam hadist-hadist rasulullah saw tenteng apa yang didakwahkan dan sikap melakukan da’wah. Yang utama sekali dida’wahkan itu lain tidak, hanyalah kebaikan.
Hal ini dijelaskan dalam ql-qur’an, surat Ali Imran ayat 104 dan 105.
Dalam ayat ini dijelaskan tujuan da’wah. Yang terutama sekali lain tidak adalah mengajak  orang agar semuanya menuju yang baik.[25]
16.  Mengambil contoh teladan pada Nabi SAW
Sekarang datanglah kesimpulan terakhi dari pada uraian bagian ini: dari dalil-dalil yang kita kumpulkan itu dapatlah diketahui bahwasannya perintah yang diberikan allah kepada nabi tentang melakukan da’wah adalah perintah juga kepada kita ummatnya. Barulah boleh dikatakan bahwa perintah itu hanya khususiat (hanya kepada beliau) saja kalau kita bertemu dalilnya yang dapat dipertanggung jawabkan. Nabi disuruh melakukan da’wah, dengan memakai hikmat, pelajaran yang baik dan pertukaran fikiran yang baik. Perintah kepada nabi ini dengan sendirinya perintah juga kepada ummatnya, supaya kita sebagai ummatnya menyambung usaha da’wah yang dilakukan nabi itu. Apalagi karena telah ada dalil pula dari sabda Allah sendiri dalam Surat Al-ahzaab ayat 21.[26]
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.



















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Ciri-ciri dakwah:[27]
1.      Dakwah Islamiah yang asli (Syumuliah Fi Da'wah)
2.      Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
3.      Dakwah yang membawa makna Islah
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i:[28]
·         Kepribadian yang bersifat Rohaniah
ü  Sifat-sifat seorang Da’i
a.      Iman dan taqwa kepada Allah
b.      Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
c.       Ramah dan penuh pengertian
d.      Rendah hati
e.       Sederhana dan jujur
f.        Tidak memiliki sifat egoisme
g.      Semangat
h.      Sabar dan tawakkal
i.        Memiliki jiwa tolerans
j.        Sifat terbuka
k.       Tidak memiliki penyakit hati
ü  Sikap seorang da’i
a.      Berakhlak mulia
b.      Hing ngarsa asung tuladha, hing madya mangun karsa, tutwuri handayani.
c.       Disiplin dan bijaksana
d.      Wira;I dan berwibawa
e.       Tanggung jawab
f.        Berpandangan yang luas
g.      Berpengetahuan yang cukup
·         KEPRIBADIAN YANG BERSIFAT JASMANIAH
ü  Sehat jasmani
ü  Berpakaian necis


















Daftar Pustaka

As-Suhaimi bin Rabah bin Hulail bin Fawaz. 2007. Pokok-pokok Dakwah Manhaj Salaf. Jakarta: Griya timur.
Basith, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hafiduddhin, didin. 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani.
Hamka. 1982. Prinsip dan Kebijaksanaan Da’wah Islam. Jakarta: Umminda.
Munir. M. S.Ag, MA., 2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Suparta, Munzier & Hefni, Harjani. 2006. Metode  Dakwah. Jakarta: Kencana.
Syukir Asmuni, 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas





[1][1] “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Nahl/16:125)
[2] “Dari Abu Asim…..dari ‘Amru, bahwa Nabi Saw bersabda “Sampaikanlah apa-apa dariku walaupun satu ayat…”(Sahih Bukhari Hadith 3202)”
[4] Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 34.
[5] Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 38.
[6] Fawaz bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007) hlm 67

[7] Fawaz bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007) hlm 67
[8] Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 39
[9] Fawaz bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007).

[10] Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 47.
[11] M. Ridho Syabibi. Metodologi Ilmu Da’wah. (Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2008)
[12] Hamka. Prinsip dan kebijaksanaan da’wah islam.(jakarta:Umminda.1982). hal 1
[13] Ibid . hal 5
[14] Ibid. hal 10
[15] Ibid. hal 11
[16] Ibid. hal 23
[17] Ibid. hal 30
[18] Ibid. hal 35
[19] Ibid. hal 41
[20] Ibid. hal 49
[21] Ibid. hal 53
[22] Ibid. hal 56
[23] Ibid. hal 63
[24] Ibid. hal 70
[25] Ibid. hal. 80
[26] Ibid. hal. 85


[28] Asmuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GALERI

Photobucket