PESAN SINGKAT

Kamis, 15 Desember 2011

berdakwah secara efektif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Islam merupakan agama dakwah, di mana di dalamnya terdapat usaha menyebarluaskan kebenaran ajaran yang diyakini berasal dari Tuhan, untuk disebarluaskan kepada semua manusia. Semangat menyebarluaskan kebenaran ini merupakan tugas suci dan wujud pengabdian kepada Tuhan.Dalam agama Islam melaksanakan dakwah (menegakkan amar ma’ruf nahi munkar) merupakan kewajiban semua umat Islam baik laki-laki maupun perempuan, baik dilakukan secara individu maupun berkelompok ( jami’ayah) yang terorganisir.
Dakwah menjadi tugas setiap muslim dalam pengertian yang sederhana (dalam skala mikro) sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Namun dalam pengertian dakwah secara ideal dan makro, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok (organisasi) harus dilakukan dengan menguasai berbagai aspek, baik methode, materi, media, dan menguasai sasaran dakwah. Di samping juga pelaksana dakwah harus memiliki integritas, kapabelitas, kredibelitas baik dari segi keahliannya maupun moralitasnya, dan memiliki keperibadian yang sholeh. Di samping itu juga untuk menghasilkan pelaksanaan dakwah secara efektif dan efesien, harus dilakukan secara sistemik dengan menerapkan aspek-aspek manajerial secara baik dan tepat.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
-          Bagaimanakah hikmah diwajibkannya berdakwah bagi umat Islam?
-          Bagaimanakah cara berdakwah secara efektif?

1.3  Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan pembahasannya sebagai berikut:
-          Untuk mengetahui hikmah diwajibkannya berdakwah bagi umat Islam
-          Untuk mengetahui cara berdakwah secara efektif

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hikmah diwajibkannya berdakwah bagi umat Islam
Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibankan kepada setiap muslim dimana saja ia berada. Hal ini termasuk dalam al-Qur’an dan as-sunnah Rasulullah SAW, kewajiban berdakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat. Pada intinya bahwa tugas dakwah adalah tugas ummat secara keseluruhan bukan hanya tugas kelompok tertentu ummat Islam.
Menurut bahasa hikmah adalah ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama. Ada lagi yaitu al hikmah, yaitu objek kebenaran (al haq) yang di dapat dari akal dan ilmu. Dan dapatdiartikan juga sebagai “pengetahuan” (ma’rifah). Makna ini pun berkaitan dengan “mencegah” karena pengatahuan yang benar (shahih) mengandung arti: mencegah, membatasi, dan memisahkan berbagai hal. Selain itu al itqan yang bermakna mencegah dari kerusakan dan cela. Sehubungan dengan hal ini syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “ Al Ihkam ialah memisahkan, membedakan, membatasi sesuatu, yang dapat mewujudkan kebaikan. Karena itu  makna “mencegah”tersirat di dalamnya. Seperti juga kata al had (batas) yang berarti mencegah(meskipun mencegah di sini dalam arti bukan keseluruhan, tetapi sebagai saja)”.
Sedangkangkan menurut istilah menurut para ulama mengenai kta hikmah yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Di antara meraka ada yang menafsirkan hikmah sebagai kenabian, ada pula Al Qur’an serat pemahaman terhadapnya, nasikh mansukh, mukhkam-mutasybih dan sebagainya. Hikmah juga di tafsirkan valid (tepat) dalam perkataaan dan perbuatan. Hikmah adalah mengathui yang benar dan mengamalkannya; hikam adalah sikap wara’ (menjauhkan diri dari perbuatan maksiat); hikmah adalah meletakkan suautu pada tempatnya dan hikmah adalah menjawab dengan cepat, selain itu, ada juga yang menafsirkan bahwa hikmah adalah ilmu dan pengalamannya. Seorang tidak disebut hakim (bijak) kecuali ia menggabungkan ilmu dengan pengamalannya.[1]
Dari sekian banya definisi hikmah beragam tersebut, dapat ditarik suatu definisi umum bahwa hikmah adalah “tepat dalam perkataaan dan perbuatan serta meletakkan suatu pada tempatnya”. Hikmah mencakup pengertian: takut kepada Allah, mengamalkan ilmu, dan wara’ dalam agama. Hikmah lebihumum dari kenabian atau kenabian merupakan salah satu dari pengertian dari kata hikmah. Keterkaitan kenabian dengan makna hikmah adalah karena para nabi diberi pemahaman dan selalu dalam posisi yang tepat dala perkataan, perbuatan, keyakinan dan bahkan dalam semua persoalan.
Dalam Al Qur’an, terdapat dua penulisan kata hikmah, yaitu: kata hikmah yang berdiri sendiri, dan kata hikmah yang sebelumnya dirangkai dengan kata “Al Kitab”.
Contoh (kata hikmah yang berdiri sendiri) terdapat dalam ayat: 
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Contoh kedua (kata hikamh yang sebelumnya dirangkai dengan kata al kitab) terdapat dalam ayat:
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ  
Artinya: Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Jika dicermati secara cermat, akan kita temukan adanya hubungan erat antara pengertian hikmah menurut bahasa dan menurut syar’i. Keduanya menjadikan ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh sebagai landasan hikmah. Atas dasar ini. Definisi hikmah yang representatif adalah ketepatan dam perkataan, perbuatan dan keyakinan, serta meletakkan suatu pada tempatnya.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hikmah (kebijaksanaan) dalam mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu melebihi ukurannya. Dengan kata lain, harus menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berkata harus sesuai dengan tempatnya, demikian pula mengajar, mendidik, memberi nasihat, dan bermujadalah. Termasuk mujadalah dengan orang-orang dzalim.
Kepada orang-orang dzalim kita memang dituntut agar bersikap keras, tegas atau dengan kekuatan. Namun, ketegasan tersebut bukan berarti menafikan unsur kebijakan. Jadi, tegas di sini maksudnya tegas secara bijak atau sesuai denga kondisinya. Itulah esensinya.
Jadi, setiap pendekatan dakwah harus dilakukan secara bijak dan cermat, dengan memperhatikan kondisi, waktu dan tempat si penerima dakwah. untuk mendapatkan kejelasan tentang hal ini, hendaknya kita perhatikan sikap para rasul dalam menghadapai bermacam ragam karakter manusia. Allah telah memberikan kepada para rasul hikmah yang tidak diberikan makhluk lainnya.  

2.1.1 Macam-macam Hikmah
Ada dua macam hikmah. Pertama, hikmah teoritis, yaitu mengamati inti suatu perkara dan mengetahui kaitan sebab akibat (kausalitas) secara moral, perintah, takdir dan syara’. Kedua, hikmah praktis, yaitu meletakkan suatu pada tempatnya.[2]
Sebagai rujukannya hikmah teorotis adalah ilmu dan pengetahuan, sedangkan rujukan hikmah praktis adalah perbuatan ada’il dan benar. Tidak mungkin hikmah keluar dari dari dua arti ni, sebab kesempurnaan manusia terletak pada dua hal, yaitu: ia mengatahui subtansi kebenaran (al haq), dan selanjutnya ia mengamalkannya. Inilah ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh. Allah telah memberikan dua jenis hikmah ini kepada para nabi-Nya, par rasul-Nya dan hamba-hamba shaleh yang dikehendaki-Nya.
Allah telah berfirman tentang Nabi Ibrahim:
Éb>u ó=yd Í< $VJò6ãm ÓÍ_ø)Åsø9r&ur šúüÅsÎ=»¢Á9$$Î/ ÇÑÌÈ    
Artinya: (Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
Bagian kalimat “berilah aku hikmah” dalam ayat di atas merupakan hikmah teoritis, sedangkan bagian kalimat “ dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang sholeh” merupakan hikmah praktis.
Hikmah praktis memiliki tiga tingkatan. Pertama, memberi hak terhadap suatu, dalam arti: jangan melampaui bats, terburu-buru, dan menunda waktu.
Demikianlah, hikmah sangat memperhatikan ketiga petunjuk di atas dengan cara memberi hak kepada setiap  perkara, yakni hak dari Allah, dengan syariat dan takdirnya. Jika melampaui batas, berarti melanggar hikmah, jika ditunda dari batas waktu, juga menyalahi hikmah. Inilah ketepatan umum tentanghukum sebab-akibat yang didasarkan pada syara’ dan takdir. Jika segala sesuatu yang dilakukan tidak didasarkan ketepatan ini, maka itu bukanlah hikmah. Misalnya menyiram tanaman lebih dari kadar kebutuhannya, sehingga tanaman tersebut menjadi rusak. Contoh lain, jika kita menuai padi atau tanaman lain sebelum waktunya.
Kedua, mengetahui keadilan ancaman Allah, kepastian janji-Nya, serta keadilan hukum-hukum-Nya yang bersifat syar’i dan hukum alam yang berlaku pada seluruh makhluk. Sebab, tidak ada kedzaliman dan kecurangan dalam hukum-hukum tersebut.
Termasuk dalam derajat kedua ini adalah kemampuan untuk mengatui kebaikan dalam segala laranga-Nya. Allah Maha Kaya, perbendaharan-Nya tidak akan habis karena diberikan kepada makhluknya. Allah tidak menurunkan kebaikan dan keutamaan, kecuali pada tempat dan waktunya, sesuai dengan tuntunan hikmah.
Ketiga, memiliki mata hati (Bashirah), yang antara lain meliputi kekuatan persepsi, imntelegensi, ilmu, dan kearifan. Bashirah ini merupakan derajat tertinggi yang dimiliki mata hati dalam mencerap ilmu yang dinisbatkan kepadanya. Sikap ini ada pada para sahabat dan sebagian pengikut Nabi yang ikhlas.
Ada dua hal penting yang perlu diketahui seorang da’i sehubungan dengan sikap bashirah. Pertama hendaknya da’i secara arif mengetahui hukum syar’i. Jika tidak, bisa saja seorang da’i berpendapat bahwa suatu perkara hukumnya wajib, pada hal bukan wajib. Dampaknya, orang-orang yang diserukan akan melakukan wajib. Dampaknya, orang-orang yang diserukan akan melaksanakan suatu perkara yang tidak diperintahkan Allah. Sebaliknya, ia juga bisa  mengatakan sesuatu yang haram, padahal sebenarnya halal. Jika seorang da’i melakukan hal seperti ini, berarti ia telah mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.
Kedua, hendaknya secara arif ia mengathui situasi kondisi penerima dakwah, seperti: ideologi, intelektualits, ekonomi, status sosial, psikologi, dan latar belakang dinnya. Dengan demikian, ia dapat mengemukakan sesuatu sesuai dengan keadaan mereka.
   
2.1.2. Sendi-sendi Hikmah
Hikmah mempunyai tiga sendi atau rukun, yakni: ilmu, sabar, dan berhati-hati.[3]
a.      Ilmu
Ilmu merupakan sendi terpenting dari hikmah. Sebab itu, allah memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan beramal. Firman Allah:
óOn=÷æ$$sù ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) ª!$# öÏÿøótGó$#ur šÎ7/Rs%Î! tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur 3 ª!$#ur ãNn=÷ètƒ öNä3t7¯=s)tGãB ö/ä31uq÷WtBur ÇÊÒÈ  
Artinya: Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

b.      Sabar
Al Hilm berarti akal atau dewasa. Hilman, bentuk masdar dari halima, berarti hati-hati dan tenang ketika marah, atau tidak membalas, sekalipun ia mampu melakukannya. Diantara nama-nama Allah terdapat nama halim, yang bertai tidak lengah sedikit pun terhadap perbuatan (maksiat sekecil apapun) yang dilakukan hamba-Nya. Ia tidak terpansing emosi, tetapi ia menjadikan setia sesuatu berdasarkan kadar tertentu.
Jadi, al hilmu artinya menahan diri dari gejolak amarah atau suatu kondisi pertengahan antara dua sifat negatif: marah dan dungu (hina). Jika ia berdiam diri ketika di zhalimi, ia juga hina. Jika ia bersikap sabar (hilm), padahal mampu membalas jika ia mau, maka kesabaran bernilai positif. Dalam hal ini terdapat unsur sabar dan pengendalian diri. Dan awal berakhlak baik dengan bersabar adalah pengendalian amarah. Untuk sampai pada tahap ini, diperlukan perjuangan keras, karena dalam menahan marah, tersimpan energi yang baik, yang akhirnya tertanam dalam jiwa dan menjadi salah satu watak. Inilah hakikat hilm (sabar).

c.       Berhati-hati
Dari segi bahasa, kata Al anaah artinya “melangkah pasti”, dengan tidak tergesa-gesa. Taanna fil amri artinya “ia tinggal diam dan tidak terburu-buru”. Juga bisa bermakna taraffaqa (ia lembut hati), tunazhzhara (ditunda), dan tamahhala (ia perlahan-perlahan).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kata al anaah artinya hati-hati, yakni bersikap pertengahan antar cepat dan lambat.
Berhati-hati adalah salah satu ciri akhlak sabar, dan merupakan bagian dari sifat-sifat orang yang berakal dan arif. Sebaliknya, sikap tergesa-gesa merupakan bagian dari sifat orang ceroboh, yang menunjukbahwa pelaku tidak memiliki kemauan kuat untuk mengendalikan emosinya. Adapun santai merupakan sikap moral menganggap remeh persoalan. Kedua sifat tersebut, yaitu tergesa-gesa dan santai, menunjukkan bahwa pemilik kedua sifat tersebut tidak mampu memacu semangat untuk memalkukan perbuata-perbuatan yang dapat mewujudkan harapannya. Atau, ia tidak mempeunyai semangat tinggi menuju kesempurnaan. Bahkan sebaliknya, ia lebih hidup berleha-leha serta malas melaksanaka kewajiban.

2.2 Cara berdakwah Efektif
            Menurut Steward L Tubbs, bahwa dakwah bisa dikatakan berjalan dengan efektif apabila dapat menimbulkan indikasi, yaitu:
1.      Pengertian. Penerimaan yang cermat dari isi stimulasi seperti yang di maksud oleh da’i.
2.      Kesenangan, komunikasi ini juga disebut dengan komunikasi fasis yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi menjadikan hubungan antar individu menjadi hangat, karab, dan menyenangkan.
3.      Pengaruh pada sikap, komunikasi juga sering dilakukan untuk mempengaruhi orang lain, seperti seorang khatib yang ingin membangkitkan sikap keagaaman dan mendorong jamaah dapat beribadah dengan baik.
4.      Hubungan sosial yang maikn baik, komunikasi juga ditunjukkan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup sendiri, untuk itu manusia selalu berkeinginan untuk berhubungan dengan orang lain secara positif.
5.      Tindakan, tindakan persuasidalam komunikasi digunakan untuk mempengaruhi sikap persuasif , juga diperlukan untuk memperoleh tindakan yang dikehendaki oleh da’i. Dalam hal ini, efektivitas komunikasi biasaanya diukur dari tindakan nyata oleh komunikan.[4]
Untuk mengidentifikasikan bahwa komunikasi dakwah yang dilakukakan oleh da’i berjalan efektif , maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut meliputi:
a.      Kejelasan Tujuan dan Target
Tujuan konunikasi yang jelas dan semakin spesifik akan menghasilkan komunikasi yang semakin baik. Karena spesifik tujuan aktifitas komunikasi, maka komunikasi tersebut akan semakin fokus.
Dalam hal ini tujuan harus mendasarkan pada dua hal pokok, yaitu: posisi faktual pengaruh para pengemban dakwah (dalam jamaah dakwah/mad’u) di tengah masyarakat dan sumber daya saing atau nilai yang ingin diberikan pengemban dakwah kepada masyarakat. Dalam posisi faktual, jamaah dakwah dapat diukur dengan pendekatan Product Lifetime Cycle, yang meliputi tahapan sebagai berikut:
ü  Tahap lahir, merupakan tahapan di mana, ide, pemikiran, konsep dan ekstensi belum mempunyai “ pangsa pasar” yang besar, tetapi mempunyai potensi yang besar.
ü  Tahapan tumbuh, tahapan ini merupakan ide, pemikiran, konsep ekstensi dikenal dan berhasil melompati “parit” (masa transisi) menjadi standar (genre) baru, sehingga pangsa pasar akan tumbuh berkembang. Hal itu ditanda’i dengan apresiasi yang akan terus naik.
ü  Tahap dewasa, tahap ini di mana permintaan berada di posisi maksimal dan tidak lagi mengalami pertumbuhan “pangsa pasar”  masih besar, tetapi pertumbuhan stagna, karena masyarakat sudah mengenal akrab.
ü  Tahapan turun, akan terjadi ide , pemikiran konsep dan ektensi tidak bisa mempertahankan “pangsa pasar”, maka yang biasa dilakukan adalah mempertahankan agar ekstensi mad’u dakwah harus tetap ada.[5]
Selain hal tersebut di atas, ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan oleh para agen dakwah untuk memastikan bahwa komunikasi yang dilakuka dapat berjalan efetif. Yaitu dengan memperhatikan beberapa kriteria yang meliputi kejelasan target audience, strategi pesan, dan media.
b.      Kejelasan target audience
Secara prinsip, semakin jelas target audienceyang ingin dibidik, maka efek komunikasi akan semakin optimal dan tepat sasaran. Mad’u dakwah harus menyususn dan membuat klasifikasi target audience.  Dari mereka yang tidak tahu sama sekali tentang esensi Islam, hingga meraka tahu, mendukung dan mau terlibat. Inilah yang dinamakan dengan segmentasi.
c.       Strategi pesan
Aktivitas kominukasi dikatakan berhasil jika pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat dipahami secara benar oleh target atau sasaran. Untuk itu, paling tidak ada dua hal yang harus dipersiapkan secara matang dalam melakukan pengkomunikasian.
1.      Fokus pesan / what to say
2.      Cara atau pendekatan dalam menyampaikan /how to say. Semakin sederhana dan simpel pesan yang disampaikan meski yang disampaikan kompleks, maka semakin besar kemungkinan audience memahaminya. Bukan sebaliknya.
 Pesan tersebut , tidak melulu dalam bentuk verbal, bisa juga tulisan, tanda (gambar) , visual, bahkan penampilan seorang.
d.      Strategi media
Strategi media merupakan bagian akhir dari proses informasi dan komunikasi yang akan dilakukan. Pemilihan media juga sangat menentukan keberhasilan. Efektivitasdan fesiensi komunikasi yang dilakukan. Apakah media elektronik, media cetak, maupun media alternatif.
Setelah pendekatan-pendekatan tersebut di atas dilakukan, maka selanjutnya yang harus dilakukan oleh komunikasi berjalan efektif adalah dengan memperhatikan faktor “persepsi”. Persepsi didefinisikan sebagai representatif obyek eksternal dari proses penyampaian indrawi.jika persepsi kita tidak akurat kita tidak mungkin bisa berkomunikasi secara efektif. Proses mencapai kesepakatan, lazimnya berlangsung secara bertahap karena itu da’i perlu memp[erahtikan 5 sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
ü  Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa yang kita tunjukan kepada mereka).
ü  Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau melihat.
ü  Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar).
ü  Membuat pendengar mengambil keputusan atau tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan bisa mereka terima.
ü  Memperoleh umpan bail dari pendengar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi efektif akan tercapai jika maksud dari pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat di pahami dengan baik oleh komunikan, dan komunikasi memberikan umpan balik seperti yang diharapkan oleh kominukator. Orang yang mampu berkomunikasi secara efektif, tidak hanya akan mampu memotivasi orang-orang, akan tetapi juga mampu berbicara di depan umum dalam rangka memberikan informasi, motivasi, membujuk, mengendalikan, atau memberi instruksi. Secara spesifik komunikasi efektif akan memiliki manfaat sebagai berikut:
-          Dapat menghemat waktu.
-          Disukai orang.
-          Diperhatikan orang.
-          Memberdayakan orang.
-          Motivasi, menjelaskan, meyakinkan, mempengaruhi orang atau kelompok.
-          Mengembangkan hubungan secara luas.
-          Memperkuat profesionalisme.
Dari penjelasan diatas, dapat dilacaka dan diidentifikasikan tentanga perbedaan komunikasi yang efektif dan tidak efektif dalam aktivitas dakwah. yaitu melalui beberapa identifikasi sebagai berikut:
Pertama, perbedaan persepsi, hal ini merupakan suatu hambatan komunikasi yang umum dijumpai dalam aktivitas dakwah. ini mungkin bisa terdi akibat dari sikap heterogen manusia yang berlatar belakang pengetahuan serta pengalaman yang berbeda: sering menerima pengalaman yang sama, tetapi dala prespektif yang berbeda, mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan bahasa, perbedaan gender, budaya dan lain sebagainya. Dalam konteks ini perlakuan kemampuan para da’i dalam mempelajari latar belakang mad’u yang akan diajak berkomunikasi.  Disamping itu harus mampu berempati melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dan menunda reaksi sampai mempertimbangkan informasi yang relevan yang akan mengurangi keraguan.
Kedua, reaksi emosional, reaksi ini bisa dalam bentuk marah, benci, mempertahankan persepsi, malu, takut, yang akan mempengaruhi cara da’i dalam memahami pesan yang disampaikan pada ssat memmpengaruhi mad’u. Pendekatan yang terbaik dalam hubungan emosional adalah menerimanya sebagai proses komunikasi dan mencoba untuk memehaminya ketika emosi menimbulkan masalah.
Ketiga, ketidak-konsistenan komunikasi verbal dan nonverbal yaitu mencakup semua stimulus dalam suatu peristiwa komunikasi baik yang dihasilkan oleh manusia maupun lingkungan, dan yang tidak dalam stimulus verbal yang memiliki nilai pasang potensial bagi si pengirim maupun penerima.
Keempat, kecurigaan. Seorang kominukan mempercayai atau mencurigai suatu pesan pada umumnya merupakan fungsi kredibelitas dari pengiriman dan pemikiran dari penerima pesan.









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hikmah (kebijaksanaan) adalah mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu melebihi ukurannya. Dengan kata lain, harus menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berkata harus sesuai dengan tempatnya, demikian pula mengajar, mendidik, memberi nasihat, dan bermujadalah. Termasuk mujadalah dengan orang-orang dzalim.
Dakwah bisa dikatakan berjalan dengan efektif apabila dapat menimbulkan indikasi: Pengertian, Kesenangan, Pengaruh pada sikap, Hubungan sosial yang maikn baik, Tindakan. Maksudnya dibawah ini:
1.      Pengertian. Penerimaan yang cermat dari isi stimulasi seperti yang di maksud oleh da’i.
2.      Kesenangan, komunikasi ini juga disebut dengan komunikasi fasis yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi menjadikan hubungan antar individu menjadi hangat, karab, dan menyenangkan.
3.      Pengaruh pada sikap, komunikasi juga sering dilakukan untuk mempengaruhi orang lain, seperti seorang khatib yang ingin membangkitkan sikap keagaaman dan mendorong jamaah dapat beribadah dengan baik.
4.      Hubungan sosial yang maikn baik, komunikasi juga ditunjukkan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup sendiri, untuk itu manusia selalu berkeinginan untuk berhubungan dengan orang lain secara positif.
5.      Tindakan, tindakan persuasidalam komunikasi digunakan untuk mempengaruhi sikap persuasif , juga diperlukan untuk memperoleh tindakan yang dikehendaki oleh da’i. Dalam hal ini, efektivitas komunikasi biasaanya diukur dari tindakan nyata oleh komunikan.


Daftar Isi

Said Bin Ali Al Qahthani. 1994. Da’wah Islam Da’wah Bijak. Jakarta: Gema Insani Press.
Illaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: Rosda Karya.
Suparta, Munzier. 2009. Metode Dakwah. Jakarta. Prenada Media.
Tombak alam, Datuk. 1990. Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta.



[1]Said Bin Ali Al Qahthani. 1994. Da’wah Islam Da’wah Bijak. hal 21
Ibid., hal 27.
[3] Ibid., hal 32.
[4] Wahyu Illaihi. 2010, Komunikasi Dakwah. hal 157.
[5] Ibid., hal 159.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GALERI

Photobucket